Thursday, December 30, 2010

Jepret Lagi.... Dan Lagi.





Freedom For Palestine


Voice Of Teatrical




Mari Ke Jaman Dulu




Sunset In Mountain






Doeloe Sekali, Tapi Sekarang

Oh God.

Malaikat Itu Nadira


                Terdengar suara isak tangis di ruang kamar yang tak indah lagi. Ruang kamar nan sederhana berwarna cat merah jambu itu, sudah seperti kapal pecah. Terlihat berserakannya pecahan vas bunga dan semrawutnya selimut warna putih itu yang sudah tak putih, kotor oleh debu. Di pojok kamar nadira menangis sambil memegangi hasil positif dari sebuah tes kehamilan. Tubuh terkulai lemas, dengan mata sembab dan berurai air mata. Hari itu seakan menjadi kiamat baginya, harga diri sebagai wanita suci telah hilang. Dengan masih memakai seragam putih abu, kulitnya terlihat bersih dan wajahnya yang cantik dan bersih masih nampak, namun pandangan penuh keputus asaannya mambuat kecantikan nadira hilang.
                Yang ada dalam pikirannya hanya terlintas sosok dias, lelaki jangkung dan tampan ini yang telah membuat harapan nya hilang. Nadira telah terbujuk rayuan dias, yang sampai saat ini dia masih mengaharapkannya kembali. Dengan perasaan kombinasi, nadira terkulai lemas dan harapan hidupnya telah hilang. Dia bukan orang berada, seperti dias. Ayahnya hanya seorang penjual bunga. Sedangkan dias, seorang anak pengusaha kaya. Hari itu, dias memutuskan untuk mengahiri hugungannya dengan nadira, setelah tau nadira mengandung seorang anak dari nya. Dengan penuh rasa amarah dan malu dias membuat hati nadira terluka.
Lima Tahun Kemudian
                Sosok nadira yang cantik saat mengenakan seragam putih abu, sekarang tidak nampak. Yang ada adalah nadira yang kurus, penyendiri dan kusut. Namun kulit putihnya, masih nampak dalam selayang pandang. Nadira diusir oleh keluarganya, sekarang dia sendiri dalam sebuah kamar kontrakan kecil. Yang dilewati gang sempit penuh sesak oleh bisingnya warga yang saling berdekatan. Senyumnya hanya akan terkembang sekitar pukul 02.00 malam. Demi mendapatkan uang haram dari hasil mencicipi tubuhnya.
                Malam itu, dingin sekali. Jarum jam dengan tegas menunjukan pukul 01.30. Dengan langkah kosong, nadira membungkus tubuhnya dengan keindahan semu, bibir merah tipis tanpa lipstik nya itu, menyiratkan ke sexy an nadira. Buah dada nya, hanya ditutupi tanktop tipis tanpa tali di bahu. Rambut panjang nya wangi nan berkilau. Setiap malam, nadira cantik dengan caranya sendiri.
                Akhirnya dia tiba di sebrang jalan, dekat bioskop tua dengan keramaian wanita cantik seperti dirinya, sedang dipeluk laki-laki yang sebentar lagi akan mencicipi sedikit harga diri mereka dengan peluh kenikmatan.
                Tita         : “Eh lo nad, Tumben jam segini udah keluar rumah luw?, kejar setoran bu?” Ledek tita.
                Nadira   : “Dasar luw, kalo si anjing dias tanggung jawab ma gw, gak bakal mau gw jadi perek kaya gini, anak gw mau di kasih makan apa?, udah terserah gw ta”. Jawab nadira.
                Tita         : “Iyah-iyah, becanda gw. Tapi gw pikir-pikir jadi perek asyik juga nad. Gw puas, dapet uang mudah. Ya kan nad?. Peduli setan sama laki laki, semua sama nad, buat mereka kita Cuma nafsu, kita Cuma pantes buat mereka nikmatin. Peduli apa mereka ma kita? Jangan-jangan luw masih harepin tuh cowok nad? Tanya Tita.
                Nadira   : “Bagi gw, se anjing nya dia, dia tetep cowok yang harus tau siapa anaknya, betapa menderitanya anak gw sekarang dan betapa sakitnya perasaan gw seperti ini.
                Tita         : “Hari gini luw masih mikirin perasaan sayang? Sama cowok berengsek yang udah ngerebut kehidupan luw? Kasian banget luw. Tanya tita.
Percakapan mereka terhenti, setelah tita dengan pandangannya ke arah sekitar, terhenti melihat sosok laki-laki yang berseragam tukang taksi yang sepertinya dia kenal dekat. Dengan tanpa menghiraukan perkataan temannya tita, dia segera menghampiri sosok yang sudah dia kenal lama itu.
Samar samar wajah yang sudah lama dia kenal, semakin dekat semakin nyata, bahwa sosok itu adalah dias.
                Nadira   :”Dias? Kamu kan dias?
                Dias        :”Nadira? Kamu nad? Benerkan ini kamu nad?
Tiba-tiba hujan datang dengan perlahan.
                Nadira   :”Iyah, ni aku nadira ias. Ka..ka..kamu lagi apa disini?
Tiba-tiba dias memeluk erat nadira diiringi hujan yang semakin deras. Rambut dias dan dira basah, begitu pun baju mereka. Mereka seakan-akan memeluk rindu satu sama lain. Walaupun orang disekitarnya berhamburan mencari tempat yang teduh dari hujan.
                Dias        :”Nad, maafin gw, maafin kepengecutan gw, maafin gw udah hancurin hidup luw, maafin gw udah bikin luw menderita (Sambil meneteskan air mata).
                Nadira   :”Gampang banget luw minta maaf sama gw (sambil melepaskan pelukan dias), setelah luw hancurin kehidupan gw, luw gak tau betapa menderitanya gw ias, anak kita udah cukup merasakan penderitaan hidup selama dua tahun ini, gw rela ngejual diri gw Cuma buat ngehidupin anak gw sama kehidupan gw. Luw tega ias.
                Dias        :”Gw tau nad, gw bersalah, gw berengsek nad. Tapi gw minta satu hal dan permintaan terakhir gw buat luw. Gw minta luw bisa denger penjelasan gw sekarang dan luw mau lihat keadaan gw sekarang” Pinta dias dengan beruraian air mata.
                Nadira   :”Buat apa? Buat ngeliatin ke gw, betapa sombong nya luw? Betapa kayanya orang tua luw? Betapa angkuhnya luw? Gt ias.
                Dias        :”sekarang gw gak punya apa-apa  nad, gw sekarang jadi sopir taksi nad. Gw minta, sekarang luw ikut sama gw, gw sama menderitanya kaya luw. Gw minta satu hal sama luw, ikut sama gw sekarang. Liat keadaan gw sekarang.,
                Nadira   :”Buat apa ias?
                Dias        :”gw mohon, luw masuk ke taksi gw, liat keadaan sekarang. Gw mohon nad, gw mohon.
Deangan suatu pertanyaan menggumpal di hati nadira, dengan tangis mengalir deras dimatanya. Nadira yang masih menyimpan rasa sayang terhadap dias, mengikuti keinginan dias.
Tanpa kata sedikitpun di dalam mobil, dan dengan kecepatan mobil yang tinggi, akhirnya mobil taksi berwarna abu-abu itu berhenti di sebuah klinik kecil yang sederhana. Dengan penuh tanya di hati nadira, dia menapaki lorong klinik dengan dituntun dias, sosok yang pernah dia sayangi.
Akhirnya, tiba di sebuah kamar kecil dalam klinik dan pemandangan yang berada di pelupuk mata nadira adalah terlihat sosok anak kecil perempuan yang tergeletak lemas dengan selang infus di seluruh tubuhnya.
                Dias        :”Dia nadira nad, anak gw. Namanya sama kaya luw. Dia sakit nad, hatinya rusak nad, hatinya busuk, kasian dia nad, dia jiwa gw nad.
                Nadira   :”Luw gak becanda kan ias? Luw gak lagi bohongin gw kan ias? Tanya nadira.
                Dias        :”Gw gak bohong nad, semenjak ayah gw bangkrut karena hutang daan korupsi. Gw gak punya apa-apa. Waktu itu cewek gw hamil dan ngelahirin anak. Karena gw udah bangkrut, cewek gw dan orang tuanya ngebuang nadira. Mereka sama angkuhnya saat gw ninggalin luw. Gw gak tega ninggalin nadira kecil. Gw gak punya apaa-apa, akhirnya gw hidup sendiri sampai sekarang. Gw jadi sopir taksi buat ngehidupin anak gw. Gw sama menderitanya sama luw. Anak gw sakit nad. Ini kehidupan gw sekarang nad. Gw nyari luw nad, sampai gw putus asa. Gw mau minta maaf sama luw nad. Gw nyesel nyakitin perasaan luw.
Sambil meneteskan air mata, nadira memeluk dias penuh rasa sayang.
                Nadira   :”Gw gak tau luw kaya gini ias, gw terlalu menderita untuk maafin luw ias, gw tersiksa. Tapi gw selalu sayang sama luw ias. Gw gak bisa ngelupain luw selama lima tahun ini ias, gw gak bisa lupain luw. Gw kangen sama luw.
                Dias        :”Gw juga minta maaf nad, gw sayang sama luw. Tapi anak gw lebih berarti dan gw gak ngerti harus kaya gimana sekarang, gw takut kehilangan nadira kecil gw nad. Dia butuh donor hati nad. Gw bingung harus gimana, gw gak punya apa-apa nad.
Nadira pergi, sambil melepaskan pelukan dias.
                Dias        :”Nad, luw mau kemana? Gw udah minta maaf sama luw, nad.
Nadira Pergi, tanpa ,menghiraukan perkataan dias.
Dias, kalah langkah. Dia menatap mata nadira kecil dan menangis sangat dalam. Terlihat muka nadira kecil yang lugu dan polos merasakan kesakitan yang begitu sangat dalam.
Keesokan hari, dias yang dengan penuh pengharapan mencari nadira kesemua tempat. Lelah mencari dan kembali ke klinik untuk melihat keadaan nadira kecil. Terlihat dari pintu kamar klinik nadira kecil, nadira kecil tertawa kecil didampingi perawat dan sorang anak lelaki. Dan di meja samping ranjang nadira kecil terdapat bunga mawar merah yang diletakan di atas vas bunga warna merah muda. Dengan sepucuk surat. Dengan langkah dipercepat, dias menghampiri nadira kecil yang tersenyum kepadanya.
                Dias        :”Nadira, kamu sudah siuman (sambil memeluk erat nadira kecil).
                Suster   :”Tuan dias, nadira tadi pagi sudah melaksanakan operasi penggantian hati? Seorang wanita telah mendonorkan hatinya untuk anak tuan. Dan syukur allhamdulilah ternyata hatinya nya cocok dengan anak tuan.
                Dias        :”Siapa sus, yang mau mendonorkan hatinya buat anak saya? Siapa sus? Sambil mengguncang pundak suster.
                Suster   :”Namanya nyonya nadira pak dias..
                Dias        :”Nadira??? Dimana dia sekarang sus? Gimana keadaannya sus?  Baik baikan?
                Suster   :”Maaf tuan,  nyonya nadira terlalu memaksakan diri untuk mendonorkan hatinya buat anak tuan, tanpa mempedulikan keadaannya yang sebenarnya tidak baik untuk pendonoran dan sekali lagi saya minta maaf, nyonya nadira tidak mampu tertolong. Beliau meninggal sesaat ssetelah operasi anak tuan. Dan dia Cuma berpesan kepada tuan untuk menjaga anak kecil itu (Sambil menunjuk sosok anak kecil yang tersenyum kepada dias) dan dia hanya meninggalkan sebuah surat yang dia tinggal kan di atas meja itu.
Dengan segera, dia membaca suraat yang menggunakan amplop warna merah jambu dan tercium wangi dari surat itu. Dia lalu membuka surat itu dan membaca kata demi kata dalam surat itu.

Untuk dias

Maafin aku ias, aku ngelakuin ini.
Aku hanya seorang pelacur yang mendonorkan
Hatiku untuk malaikat kecilmu.
Aku hanya masa lalu mu yang terbuang, aku yakin aku tidak akan selamat karena keadaanku
Tapi hatiku, hati seorang pelacur. Ku biarkan untuk memperpanjang
Tawa malaikat kecilmu.
Tolong jaga nadira kecil, jangan biarkan dia menderita.
Dan maaf aku merepotkan,
Aku titip dias kecilku untukmu.
Ku yakin kamu akan menjaga dia.
Aku harap ini akan menjadi indah,
Disaat seorang pelacur sepertiku masih mengaharapkan
Nurani suci dari kesalahan masa laluku.
Jangan kembalikan lagi hatiku, walalupun itu hati pelacur.
Namun, bagaimanapun aku seorang perempuan yang masih menyimpan hatiku baik-baik.
Tak ada bedanya dengan wanita manapun.
Hanya jasmaniku yang terenggut
Namun hatiku, menyimpan kerinduan
Untuk hidup bahagia, seperti yang wanita lain rasakan.


Sedikit Berbicara Tentang Wanita.


Namun semua anggapan itu sirna, di saat sosok anisa yang merupakan seorang perempuan yang tak suci lagi melakukan revolusi jiwa terhadap sebuah kediktatoran sistem (maaf, bukan agama). Tidak, wanita tetap suci dikala wanita tersebut mampu menjadi diri nya sendiri dengan menunjukan kepada sistem dan mempertanggung jawabkan kepada tuhan akan fungsi insani nya.  Kelamin (maaf) yang tak suci adalah bukan akhir dari perjuangan hidup seorang wanita. Itu bodoh, itu keliru. Lantas, semua wanita tidak lagi mempermasalah kan kesucian. Tidak, sungguh tidak. Kesucian yang sudah terenggut karena latar tertentu, bukan dijadikan alasan wanita lemah dimata lelaki, sistem apalagi agama. Tapi, bangkit lah untuk mimpi yang menjadi cita-cita. Seharusnya tuhan menciptakan dalil, jika wanita atau pria yang sama-sama mempunyai kesucian yang harus bener-benar dijaga. Tapi saya yakin, tuhan memilih wanita adalah mahluk yang dipilih untuk hebat dan mampu menjadi sosok berbahagia dalam mimpinya.  

Anisa membuktikan kesetaraan gender yang bertanggung jawab, kebebasan yang di elukan oleh setiap wanita. Kebebasan bagi wanita? Kedengarannya seperti perbuatan yang nista. Mengingat perempuan bebas? PSK? Perempuan dalam klab malam? Perempuan berbikini dalam pentas ratu sejagat? Atau kah Wanita telanjang di depan kamera. Bukan, Bukan itu. Kebebasan bagi wanita adalah senantiasa beriman kepada allah dan menjaga harga diri sebagai manusia. Bukan sebagai mahluk penurut yang di lemahkan oleh budaya. Bukan maksud saya merendahkan pelacur, bukan sama sekali. Tetapi alangkah indahnya, kesucian dalam diri perempuan diperjuangkan kembali dan tidak ada lagi cap pelacur yang melekat dalam sosok wanita. Ekonomi, pemerkosaan, ataupun cinta yang dikhianati adalah latar yang tidak bisa dilepaskan dalam bingkai wanita yang terlanjur menjajakan cinta nya. Tapi sudahlah lupakan itu, wanita tetap wanita. Mahluk berharga di mata tuhan. Jadi lah wanita yang revolusioner, tumbangkan sistem, budaya atau aturan yang menistakan kaum cantik ini.
Budaya? Sistem? Aturan? yang seperti apa? Budaya, Sistem dan aturan yang mengharuskan wanita tunduk kepada lelaki dalam pencapaian jati diri. Tanpa melihat potensi dan kemampuan jati diri wanita itu sendiri. Tidak ada yang salah. Lelaki? Agama? Apalagi negara. Tidak ada yang salah. Lalu siapa yang salah? Yang salah adalah arogansi budaya, arogansi manusia, arogansi budaya dan bentuk arogansi-arogansi yang lainnya.
Wanita diciptakan bukan untuk mendampingi lelaki, namun berdampingan dengan lelaki menciptakan harmonisasi hidup. 

Lelaki berhak menjadi siapa, begitupun perempuan. Berhak menjadi siapa. Siapa? Bukan pamer diri, “AKU INI ADALAH”. Tapi berarti bagi kehidupannya kini, nanti dan sampai dia mati.

Jilbab, salah satu hal yang sangat diperdebatkan dalam menilai perempuan itu baik atau tidak. Ya, betul, sekali lagi jilbab. Bagi saya sebagai seorang lelaki. Jilbab bagi wanita tak lebih dari penutup kepala. Tapi makna hakikat yang ada di dalam nya adalah. Wanita di saat memakai jilbab, ibarat mutiara yang sangat mahal harganya, di dalam sebuah wadah yang tertutup rapih. Namun mutiara nya tetap terjaga keindahannya, bagi siapa? Bagi yang membeli mutiara tersebut dengan harga yang sangat mahal. Tentu saja mahal. Itu bagi saya mengenai jilbab. Tak ada pengertian atau teori yang saya bisa ajukan mengenai jilbab, karena menurut saya, seperti itulah kenyataannya. Mungkin pengandaian ini akan ditentang para wanita modern yang menyanjung kebebasan dalam arti mereka. Di jual lah? Ada pembeli lah? Tertutup rapat, berarti tidak bebas lah? Atau alasan lain yang bisa menumbangkan pengandaian ini. Tapi bagi saya sebagai lelaki, wanita itu sangat berharga.

Perempuan berada di dapur? Yah saya setuju. Perempuan bisa masak? Perempuan bisa melayani suami? Yah saya sepakat. Susah kah bagi wanita? Menurut saya tidak. Wanita muslimah pintar berhak menjadi apa saja, namun indah di rasakan hati lelaki jika semua bisa terjalani. Menjadi siapa, tapi tetap mengingatkan diri nya bahwa aku perempuan yang senantiasa di puja bagi siapa yang ada di hadapanku. Mendapat cap pembantu di kala berkutat di dapur? Menurut saya tidak. Masak, atau melayani suami, mengurus anak adalah pekerjaan terberat. Namun bila di landasi ke ikhlasan semua tidak akan di rasakan berat. Raihlah kebebasan untuk menjadi siapa. Karena perempuan berhak. Pintar? Kreatif? Inovatif akan lebih indah bila disandingkan dengan pangkat sebagai Ibu dan Istri yang baik.
Saya lelaki, bukan seorang perempuan. Tapi saya punya nurani yang sama dengan wanita, yaitu menjadi siapa yang bertanggung jawab.  Kebebasan akan sebuah sistem bukan berarti liar menertawakan berontak nya diri. Tapi menjadi ikhsan yang senantiasa mendapatkan cahaya ilahi kedalam diri, lelaki dan perempuan berhak mendapatkan itu.

Anisa dalam sosok film perempuan berkalung sorban, memiliki impian sederhana. Menjadi muslimah yang bersahabat dengan kebebasan. Bukan menjadi abdi kebebasan.
Maaf, saya lelaki. Bukan perempuan. Tapi saya ingin bercerita, betapa indah kebebasan hidup. Namun saling berkehendak menurut keyakinan yang bertanggung jawab. Bukan kebebasan yang justru melahirkan kediktatorisan baru. Yaitu, budak bagi kebebasan.

Terima Kasih, Bandung 14 Desember 2010.
Rifany Hermawansyah

My Name Is Rifany, Im Not A Haters

Kembali, terdiam di rumah. Tidak ada acara, tidak ada keinginan main ke mall, atau sekedar menonton pertunjukan musik. Aku hanya ingin tetap berada di kamar. Menonton semua DVD yang aku beli.
My Name Is Khan, Not Kuch Kuch Hota Hai atau Kabhi Kushi Kabhi Gum. Film india menurutku memuakan, sangat memuakan. 

Dengan rasa terpaksa aku memutar DVD tersebut di optik DVD ku. Lagi-lagi Shah Ruk Khan, Lagi-lagi Kajol. Pasti membosankan, pasti nyanyi, pasti nari.

Singkat cerita timer semakin menjauh dari panel Gom Player ku. Oh, Khan seorang muslim india. Semakin jauh timer nya, semakin sesak dada menonton cerita nya. Ya tuhan, sehina itu kah muslim di amerika. Sejahat itu kah masyarakat amerika terhadap muslim. Cinta dan keabadian bercampur menjadi satu dalam ikatan hati yang kuat. Kehilangan, rasa marah, rasa iba dan yang terpenting rasa iklas terpancar dalam alur cerita nya.
Mengapa harus ada musuh? Mengapa harus benci? Mengapa?? Mengapa tuhan, mungkin itu yang dikatakan setiap insan pemikir.

“Persaudaraan tidak berasal dari darah, Namun cinta”. Saya muslim, saya marah, saya benci. Cerita cinta melukai hati. 

Benar sekali, darah tidak menjamin, kita harus didihkan darah, ketika darah yang lain tertumpah. Pembelaan? Pembenaran? Atau Kekuasaan?. Nah, kekuasaan yang lebih tepat. Manusia di giring terhadap sebuah kebencian, kebencian abadi. Karena darah yang harus dibayar, bukan cinta atau kasih. Lemah? Begitu kah ketika semua orang berbicara cinta? Tanpak anggun kah jika seorang panglima perang menyadari cinta dalam hatinya. Ataukah Salah, seorang Che Guevara menyanjung kisah cinta nya? Ataukah salah seorang anak pewaris mafia seperti romeo mati dipangkuan cinta terpilihnya. Bagi kalian yang sombong, aku adalah sosok penulis yang anggun. Tapi aku merasa, kebengisan seorang kapten perang amerika Nathan Algren akan tunduk dan bersujud dihadapan cinta. 

Kebencian terhadap perbedaan suku, agama, ras, gender ataupun kelompok. Hanya akan membuat sesak jiwa.. Semua orang memiliki kebencian, tapi pernahkah kalian tau. Siapa yang lebih di untungkan? Kelompok? Ras? Agama? Bukan kawan, yang lebih diuntungkan adalah setan-setan poltik yang haus akan kekuasaan. Biarkan kebencian melebur dengan adanya. Benih-benih kebencian hanya akan menciptakan tatanan kedamaian semakin memudar. Taman hijau yang penuh dengan harapan dan pengertian semesta. Akan semakin menjauh dari kehidupan insani kita. 

Aku teringat kepada negeri ku sendiri, yang malang. Bentuk arogansi nilai mendewa di setiap nadi kehidupan sistem tanah airku. Aparat membentak, Tragedi subur dimana-mana, penindasan nilai norma kehidupan tak terasa menjiwa di setiap pihak yang merasa berkepentingan, Sang penguasa mengasah pedang bukan mengasah moral. Itu dulu? mungkin iya, mungkin juga tidak kawan. Dulu terlihat, hari ini tidak terlihat.  Bukan maksud mengajari, karena diri senantiasa berdosa. Tapi dalam keyakinan sendiri. Pasangan yang terlibat zinah, lalu di arak. Boleh dilempari, tapi ingat “HARUS DILEMPAR OLEH ORANG YANG TIDAK BERDOSA”. Cam kan itu. Mengadili manusia yang berdosa, harus dengan kerendahan hati. Tapi apa yang terjadi di negaraku? Pendosa menghakimi pendosa. Anjing, dalam hati menjerit. Pak tua gendut itu memukuli seorang anak yang tidak berdosa, hanya karena anak itu mengiringi kepergian ayahnya yang dibenci sistem. Anjing semua. Marah, saya marah. Tapi saya senantiasa beristigfar kembali. Aku juga adalaah pendosa.

Kemarahanku kembali menggelora, tat kala uang untuk rakyatku diperkosa. Pajak-Pajak yang dibayar dengan penuh pengorbanan. Dihamburkan untuk kepentingan perutmu, selangkanganmu dan kepentingan nafsu duniawi mu. Kembali aku istigfar. Aku bukan masa yang beringas. Aku hanya ingin menangis.

Sekolah ambruk, tatanan kota semrawut, air mengering, inflasi meningkat, chaos merenggut jiwa. Itu semua kemarahanku. Tapi sekali lagi aku bermimpi. Aku ingin menjadi khan. Aku ingin menjadi iklas.
Aku tau, My Name Is Khan adalah sebuah alat tunggang obama untuk melejitkan citranya dimata muslim. Tapi aku tidak mau peduli. Aku tidak peduli Obama, Program kemanusiaan Bush, Atau kejujuran jurnalis Muslim. Yang aku inginkan hanya Khan. “Persaudaraan itu bukan berasal dari darah saja, Tapi dari cinta”.
Misi? Visi? Semua omong doang. Tuan ku yang berkuasa, aku marah bukan kepadamu. Tapi kepada keinginanmu yang terlampau jauh tuan. Yang aku inginkan bukan dewa, yang dapat merubah api menjadi es dalam seketika. Aku bersabar menunggu itu terjadi, namun jaga perasaan kami. Kami rakyatmu, bukan musuhmu.

Wahai kaum berbeda? Aku ini sahabatmu, bukan musuhmu yang senantiasa mengolok dan mencaci perbedaan dalam tubuhmu. Aku ini saudaramu. Teguhkan hati kita, jangan sampai terbuai mars-mars kebencian yang dielukan genderang perang. Jaga hati, kebebasan akan kita nikmati. Jika saja kamu berani berkata. Aku tidak berbeda dengan mereka, aku bagian dari mereka. Tidak ada keunggulan. Tidak ada.... Tidak ada....

Maaf, Saya Marah. Tapi aku hanya ingin meneruskan perjuangan untuk merdeka. Seperti orang-orang yang jujur, namun terbunuh nurani.

Rabu 15 Desember 2010.