Thursday, December 30, 2010

Sedikit Berbicara Tentang Wanita.


Namun semua anggapan itu sirna, di saat sosok anisa yang merupakan seorang perempuan yang tak suci lagi melakukan revolusi jiwa terhadap sebuah kediktatoran sistem (maaf, bukan agama). Tidak, wanita tetap suci dikala wanita tersebut mampu menjadi diri nya sendiri dengan menunjukan kepada sistem dan mempertanggung jawabkan kepada tuhan akan fungsi insani nya.  Kelamin (maaf) yang tak suci adalah bukan akhir dari perjuangan hidup seorang wanita. Itu bodoh, itu keliru. Lantas, semua wanita tidak lagi mempermasalah kan kesucian. Tidak, sungguh tidak. Kesucian yang sudah terenggut karena latar tertentu, bukan dijadikan alasan wanita lemah dimata lelaki, sistem apalagi agama. Tapi, bangkit lah untuk mimpi yang menjadi cita-cita. Seharusnya tuhan menciptakan dalil, jika wanita atau pria yang sama-sama mempunyai kesucian yang harus bener-benar dijaga. Tapi saya yakin, tuhan memilih wanita adalah mahluk yang dipilih untuk hebat dan mampu menjadi sosok berbahagia dalam mimpinya.  

Anisa membuktikan kesetaraan gender yang bertanggung jawab, kebebasan yang di elukan oleh setiap wanita. Kebebasan bagi wanita? Kedengarannya seperti perbuatan yang nista. Mengingat perempuan bebas? PSK? Perempuan dalam klab malam? Perempuan berbikini dalam pentas ratu sejagat? Atau kah Wanita telanjang di depan kamera. Bukan, Bukan itu. Kebebasan bagi wanita adalah senantiasa beriman kepada allah dan menjaga harga diri sebagai manusia. Bukan sebagai mahluk penurut yang di lemahkan oleh budaya. Bukan maksud saya merendahkan pelacur, bukan sama sekali. Tetapi alangkah indahnya, kesucian dalam diri perempuan diperjuangkan kembali dan tidak ada lagi cap pelacur yang melekat dalam sosok wanita. Ekonomi, pemerkosaan, ataupun cinta yang dikhianati adalah latar yang tidak bisa dilepaskan dalam bingkai wanita yang terlanjur menjajakan cinta nya. Tapi sudahlah lupakan itu, wanita tetap wanita. Mahluk berharga di mata tuhan. Jadi lah wanita yang revolusioner, tumbangkan sistem, budaya atau aturan yang menistakan kaum cantik ini.
Budaya? Sistem? Aturan? yang seperti apa? Budaya, Sistem dan aturan yang mengharuskan wanita tunduk kepada lelaki dalam pencapaian jati diri. Tanpa melihat potensi dan kemampuan jati diri wanita itu sendiri. Tidak ada yang salah. Lelaki? Agama? Apalagi negara. Tidak ada yang salah. Lalu siapa yang salah? Yang salah adalah arogansi budaya, arogansi manusia, arogansi budaya dan bentuk arogansi-arogansi yang lainnya.
Wanita diciptakan bukan untuk mendampingi lelaki, namun berdampingan dengan lelaki menciptakan harmonisasi hidup. 

Lelaki berhak menjadi siapa, begitupun perempuan. Berhak menjadi siapa. Siapa? Bukan pamer diri, “AKU INI ADALAH”. Tapi berarti bagi kehidupannya kini, nanti dan sampai dia mati.

Jilbab, salah satu hal yang sangat diperdebatkan dalam menilai perempuan itu baik atau tidak. Ya, betul, sekali lagi jilbab. Bagi saya sebagai seorang lelaki. Jilbab bagi wanita tak lebih dari penutup kepala. Tapi makna hakikat yang ada di dalam nya adalah. Wanita di saat memakai jilbab, ibarat mutiara yang sangat mahal harganya, di dalam sebuah wadah yang tertutup rapih. Namun mutiara nya tetap terjaga keindahannya, bagi siapa? Bagi yang membeli mutiara tersebut dengan harga yang sangat mahal. Tentu saja mahal. Itu bagi saya mengenai jilbab. Tak ada pengertian atau teori yang saya bisa ajukan mengenai jilbab, karena menurut saya, seperti itulah kenyataannya. Mungkin pengandaian ini akan ditentang para wanita modern yang menyanjung kebebasan dalam arti mereka. Di jual lah? Ada pembeli lah? Tertutup rapat, berarti tidak bebas lah? Atau alasan lain yang bisa menumbangkan pengandaian ini. Tapi bagi saya sebagai lelaki, wanita itu sangat berharga.

Perempuan berada di dapur? Yah saya setuju. Perempuan bisa masak? Perempuan bisa melayani suami? Yah saya sepakat. Susah kah bagi wanita? Menurut saya tidak. Wanita muslimah pintar berhak menjadi apa saja, namun indah di rasakan hati lelaki jika semua bisa terjalani. Menjadi siapa, tapi tetap mengingatkan diri nya bahwa aku perempuan yang senantiasa di puja bagi siapa yang ada di hadapanku. Mendapat cap pembantu di kala berkutat di dapur? Menurut saya tidak. Masak, atau melayani suami, mengurus anak adalah pekerjaan terberat. Namun bila di landasi ke ikhlasan semua tidak akan di rasakan berat. Raihlah kebebasan untuk menjadi siapa. Karena perempuan berhak. Pintar? Kreatif? Inovatif akan lebih indah bila disandingkan dengan pangkat sebagai Ibu dan Istri yang baik.
Saya lelaki, bukan seorang perempuan. Tapi saya punya nurani yang sama dengan wanita, yaitu menjadi siapa yang bertanggung jawab.  Kebebasan akan sebuah sistem bukan berarti liar menertawakan berontak nya diri. Tapi menjadi ikhsan yang senantiasa mendapatkan cahaya ilahi kedalam diri, lelaki dan perempuan berhak mendapatkan itu.

Anisa dalam sosok film perempuan berkalung sorban, memiliki impian sederhana. Menjadi muslimah yang bersahabat dengan kebebasan. Bukan menjadi abdi kebebasan.
Maaf, saya lelaki. Bukan perempuan. Tapi saya ingin bercerita, betapa indah kebebasan hidup. Namun saling berkehendak menurut keyakinan yang bertanggung jawab. Bukan kebebasan yang justru melahirkan kediktatorisan baru. Yaitu, budak bagi kebebasan.

Terima Kasih, Bandung 14 Desember 2010.
Rifany Hermawansyah

No comments:

Post a Comment